Senin, 23 Juni 2014

Edmund’s A Solid Golden Chess



            Jauh sebelum penyihir putih menjadi patung lilin, ia berkuasa di Narnia bagian Utara. Tak ada yang mengetahuinya karena dia masih menguasai sedikit sihir. Suatu hari, saat Sang penyihir putih mencari ikan di sungai Shribble untuk makan siang, ia menemukan tongkat. Tongkat itu bukan tongkat biasa, tapi tongkat sihir, penyihir putih mencoba semua mantra yang dipelajarinya dari rune kuno yang ditemukannya di reruntuhan tepatnya di hutan Owlwood. Saat sedang asyik bermain dengan tongkat sihirnya di tepi sungai, seekor Kuda melihatnya. “kau itu sejenis apa?” Tanya orang  asing yang ia punggungi.
 
Penyihir Putih : “Kyaa..” penyihir itu teriak ala perempuan berusia 17tahun dengan ketakutan karena melihat Kuda yang bisa bicara.
Kuda : “siapa kau?” kuda itu penasaran tak pernah melihat makhluk seperti itu.
Penyihir Putih : “Na..na..namaku Jadis” penyihir putih itu ketakutan  hingga mengeluarkan keringat di sekujur tubuhnya.
 
         Kuda itu mendekat hingga jaraknya hanya -+5meter. Tanpa sadar, dengan reflek penyihir itu menyodorkan tongkatnya dan mengatakan mantra yang bahkan ia lupa apa arti mantra itu. Tak lama setelah itu, kuda itu berubah menjadi patung lilin berukuran kecil. Sang penyihir syok melihat kuda itu berdiri kaku tanpa ekspresi. Tapi, sekarang penyihir itu sadar akan kemampuan sihirnya. Itulah awal kekuasaan penyihir putih, hewan- hewan yang jumlahnya sedikit tak berani melawan penyihir putih itu. Hingga mereka menjadi budak penyihir putih.
Bertahun- tahun kemudian sejak kejadian itu, seorang remaja berusia 19 tahun yang terbangun dari tidurnya bernama Diggory Kirke membuka matanya terbelalak melihat seorang gadis cantik, yang tak lain adalah Polly Plummer . Polly menjadi sahabatnya sejak mereka masuk ke Narnia akibat cincin Paman Andrew di cerita lain.
Diggory : “apa yang kau lakukan pagi- pagi di kamarku?” Tanya Diggory mengerjapkan mata sambil memakai kacamatanya.
Polly : “look at this” kata Polly, senyumnya lebar dan dia menunjukkan sesuatu yang ia pegang pada Diggory.
Diggory : “kuda? Kau bermain dengan mainan ini?” Tanya Diggory sambil meraih mainan berbentuk kuda yang seukuran setengah telapak tangannya.
Polly : “tebak dari mana aku mendapatkannya” kata Polly sambil meringis.
Diggory : “toko mainan?”
Polly : “aku mendapatkannya dari Narnia” katanya dengan senyum nakal.
Diggory : “apa? Kau mencuri?”
Polly : “tidak, seekor berang- berang memasukkannya dalam tasku, aku lupa dan baru menyadarinya ketika sedang beres- beres barang di gudang kemarin”, Ia meringis membuat pipi Diggory memerah.
            Beberapa tahun telah berlalu, Diggory sekarang adalah seorang pria dewasa dan seorang professor sekaligus pemilik rumah tua Ketterly, peninggalan orang tuanya. Polly telah pindah bersama keluarganya, ia memberikan mainan kudanya pada Diggory sebagai kenang- kenangan.
Pada suatu hari, Diggory mendapat berita bahwa terjadi perang di London, maka dari itu kerabatnya memintanya untuk mengasuh keempat anak mereka. Merekalah 4 Pevensie bersaudara, bernama Peter, Susan, Edmund dan Lucy. Mereka senang tinggal di rumah Diggory karena rumahnya luas, sehingga mereka bisa bermain petak umpet.
Di suatu malam, Susan dan Lucy sedang asyik bermain scrabble, sedang Peter dan Edmund bermain catur bersama.
Peter : “Ed, ayo main catur” ajak Peter.
Edmund : “tidak ahh malas”
Peter : “bilang saja kau takut kalah, kau belum pernah menang” kata Peter menyindir. Akhirnya Edmund mengalah karena memang benar ia tak pernah menang. Edmund mendengus dan menata catur.
Edmund : “tunggu”
Peter : “apa? Jangan ber-alasan, kau takut kalah lagi” dengan nada enteng.
Edmund “bidaknya kurang satu. Kuda!!” Edmund tak terima perlakuan abangnya. Peter-pun mencarinya dipenjuru ruangan tengah, tapi tak ada.
Peter : “jangan diam saja” katanya pada Edmund.
Edmund : “akan kucari di ruangan Prof. Diggory, kemarin ia menyita catur ini gara- gara kita menjatuhkannya dengan kasar” kata Edmund sambil berdiri dan beranjak pergi.
            Prof. Diggory sedang asyik membaca buku di ruangannya. ‘Tok.. tok.. ‘ Edmund mengetuk pintu dengan ragu.
Edmund : “boleh aku masuk?”
Diggory : “silahkan Ed” Edmund membuka pintu.
Diggory : “ada apa?” tanyanya.
Edmund : “well, kami kehilangan bidak kuda, apakah anda menemukannya?” Tanya Edmund.
Diggory : “tidak, kau pikir aku masih main catur” kata Diggory merasa terganggu.
Edmund : “maaf mengganggu, aku permisi” kata Edmund merasa mengganggu.
Diggory : “tunggu!!”
Edmund : “ya?” Diggory mengambil hiasan kuda pemberian Polly dari laci mejanya.
Diggory : “ini, mungkin kau bisa menggunakannya” Edmund menghampirinya dan mengambil kuda itu.
Edmund : “thanks”
Diggory : “jaga itu baik- baik!!”
Edmund : “baik” Edmund segera pergi dan bermain catur dengan Peter. Hiasan kuda itu tidak seperti saat Polly memberikannya berwarna abu- abu lilin. Diggory telah mengecatnya dengan warna emas. Untuk pertama kalinya, catur itu dimenangkan Edmund, Peter menduga adiknya curang, tapi ia melupakannya. Edmund merasa ia beruntung, ia menyimpan bidak kuda dalam sakunya. Meski tak percaya hal- hal mistis ia tetap membawanya kemana- mana.
Suatu hari, Diggory mencari keempat anak tersebut yang sedang bersembunyi, ia menghitung 1-100 sambil membawa sebuah bola kecil dalam genggamannya dan sampailah ia didepan kamar yang tak dipakai, disana terdapat sebuah lemari besar yang dibuatnya sendiri. Diggory membuka pintu ruangan pada hitungan ke-98 dan terkejut melihat Pevensie bersaudara jatuh bersamaan keluar dari lemari itu.
Diggory : “apa yang sedang kalian lakukan di dalam lemari?” tanyanya dengan alis menekuk heran.
Peter : “kau tak akan percaya jika kami cerita padamu” jawab Peter sambil mendongak ke Diggory dalam posisi masih saling menindih dengan saudara- saudaranya. Bola dalam genggaman Diggory jatuh menggelinding ke arah mereka. Ia semakin mengernyit melihat mereka.
Diggory : “cobalah!” Diggory mengingat kata- kata Peter dan Susan saat Lucy mengatakan melihat hutan dalam lemari. Kemudia ia berkata “aku tak yakin kalian bisa kembali melalui cara yang sama, asal kau tau, aku telah mencobanya” kata Diggory.
Lucy : “akankah kami bisa kembali?” Tanya Lucy dengan nada ingin kembali mencobanya suatu saat.
Diggory : “oh, ada pengecualian, tapi itu mungkin akan terjadi ketika kau tak sedang mencarinya. Hanya tetap jaga pandanganmu” kata Diggory sambil berlalu pergi. 4Pevensie saling bergantian menatap satu sama lain dengan wajah penasaran.
            Keesokan harinya, Edmund berpapasan dengan Diggory dilorong rumah.
Diggory : “Ed” sapanya
Edmund : “ya?” jawab Edmund mendongakkan kepala menatap Diggory.
Diggory : “kau masih menyimpan kuda itukan?” tanyanya.
Edmund : “ten.. tentu” jawab Edmund ragu. Saat itulah Edmund baru menyadari bahwa hiasan kudanya tak ada dalam kantong celananya. Ia mencari di semua tempat tapi tak menemukannya.
By : Nuriyanni’s Narnia Fanfict August 18, 2011 ^^