Kamis 14 September 2017, tepatnya pukul 2 dini hari,
aku dan Ibuku telah bangun. Kami hendak bersiap menuju Surabaya menggunakan
transportasi Travel. Beberapa minggu yang lalu, aku mendaftar CPNS Kemenkumham
2017 atas saran orangtuaku. Sebenarnya aku tidak terlalu berminat, tapi mereka
mengatakan bahwa aku perlu mengikutinya agar tau rasanya ujian CPNS, soal-
soalnya dan lainnya. Aku bersih keras untuk berangkat sendiri, tapi Bapak
memintaku untuk berangkat berdua dengan Ibu agar aku ada teman.
Pukul 03.30 WIB travel baru tiba, kami segera naik
dan berangkat menuju Surabaya. Penumpang travel terdiri dari aku, Ibuku,
seorang anak laki-laki, seorang anak perempuan bersama Ibunya dan Pak supir. Siapa
sangka kami semua memiliki tujuan yang sama, Poltekes Pelayaran Surabaya, yang
berarti kami bertiga adalah sama-sama peserta CPNS.
Sekitar pukul 05.30 WIB kami sampai di tujuan, aku
langsung menanyakan dimana mushola karena belum shalat shubuh (tidak untuk
ditiru). Sekalian saja aku ganti baju dan siap-siap untuk mengikuti ujian, yups
aku mendapat sesi pertama ujian hari itu. Lingkungan kampus sudah sangat ramai,
dipenuhi orang-orang berbaju putih hitam termasuk aku. Aku selesai, menunggu
Ibu yang lama sekali beres-beres barang yang dibawanya, belum lagi beliau belum
cuci muka dan lainnya padahal antrian kamar mandi sudah sangat panjang, aku pun
memutuskan untuk pergi duluan untuk mencari lokasi ujian.
Lokasi ujian diadakan di sebuah aula besar, tapi
sebelumnya kami harus menunggu di tenda karantina lapangan kampus yang cukup
luas. Tenda dibagi dua bagian, pertama untuk lulusan SMA dan D3, kedua untuk
lulusan Sarjana. Aku mencari-cari antrian Sarjana, tampak wajah-wajah bingung
yang hendak masuk ujian, sedikit pilu karena banyaknya peminat CPNS, terbukti
Indonesia agaknya butuh lapangan kerja yang banyak. Bagaimana tidak, ujian
wilayah Jawa Timur diadakan selama 5 hari di Surabaya, satu hari ada sekitar
3000 peserta, dibagi menjadi 5 sesi, jadi 1 sesi ada hampir 600 peserta,
faktanya Kemenkumham menyediakan 1000 formasi saja untuk seluruh Indonesia. Pagi
itu tampak padat, aku baru tau bahwa teman-teman sesi berikutnya sudah memenuhi
kampus.
“Permisi Mbak, ini antrian Sarjana?” Tanyaku pada
salah seorang perempuan yang sedang mengantri didepan gerbang masuk lapangan.
“Iya Mbak” jawabnya. Aku sedikit cemas karena mereka
semua tidak ada yang membawa barang.
“Tasnya disimpan diamana?”
“Di gedung sebelah sana Mbak.” Aku agak kesal, takut
tertinggal karena tadi menunggu Ibu yang cukup lama.
“Bawa apa aja?”
“Kartu peserta, foto sama KTP aja”
Aku segera mengambil KTP, foto dan lembaran yang
sebelumnya telah kucetak. Kemudian mencari Ibu untuk menyimpan tas karena aku
tidak sempat mencari gedung penitipan tas. Tak berapa lama, aku kembali ke
antrian, menanyakan nomor pendaftaran di tempat sekretariat lalu gabung dalam
antrian. Aku melirik lembaran yang dibawa teman-teman disekitarku. Seketika aku
syok, lembaran yang mereka bawa sama sekali berbeda berbeda dengan yang kubawa.
Aku mulai panik dan pergi ke pusat informasi, menanyakan apakah aku bisa ikut
ujian dengan lembaran yang ternyata kartu pendaftaran, padahal yang kucetak
harusnya kartu peserta. Aku mendapat berita yang mengecewakan, bahwa aku tidak
bisa ikut ujian dengan lembaran tersebut. Aku mulai lemas, mengumpat pada diri
sendiri kenapa melakukan kecerobohan semacam itu. Aku sibuk mencari Ibu, HP ada
di tas yang kutitip pada Ibu, aku berjalan di sepanjang jalan yang dipenuhi
keluarga peserta tapi tak juga menemukannya, sempat aku berpikir jika tak bisa
ikut ujian berarti perjalanan ini sia-sia. Tak lama kemudian aku menemukan Ibu
dan mengatakan bahwa lembaran yang kucetak salah, tentu saja Ibuku juga ikut
panik -_-. Kemudian kami bertanya pada siswa kampus dimana tempat percetakan. Aku
meminta tasku pada Ibu dan berkata padanya bahwa aku akan berangkat sendiri
menuju tempat percetakan di belakang kampus.
Aku berjalan cepat, melewati kerumunan peserta yang
sudah mengurai panjang untuk ujian. Aku bertanya pada salah seorang petugas
kebersihan, baru menemukan tempat percetakan. Jantungku berdetak cepat, pasti
wajahku tampak mengerikan di hadapan penjaga mesin percetakan. Bodo amat lah.
“Mas, bisa ngeprint?” Tanyaku.
“Bisa Mbak...” jawabnya. Antrian hanya sekitar dua
orang, tapi aku sempat panik karena khawatir tertinggal. Bahkan aku sempat
mencari tempat lain, tapi kembali ke tempat yang pertama.
“Ngeprint kartu peserta lewat online?”
“Bisa Mbak, tulis NIK dan password nya dulu.”
Antrian didepanku ternyata juga melakukan hal yang
sama, sedari tadi aku tidak melihat jam. Ketika aku melihat jam berapa saat
itu, ternyata waktu menujukkan pukul 07.15 WIB. Meski ujian akan dimulai pukul
08.00 WIB tapi kami harus segera masuk karena harus registrasi terlebih dahulu
satu persatu.
‘Alhamdulillah
masih ada waktu.’ Batinku. Aku yakin tidak akan terlambat, tapi tetap saja
tubuhku sudah mandi keringat karena kepanikan yang dari tadi mengganggu
kepalaku. ‘Bagaimana pun nanti, setidaknya
aku masih bisa ikut ujian.’
Setelah mencetak kartu peserta, tampak dari gerbang
lapangan antrian sudah habis, tapi tenda karantina masih dipenuhi orang. Aku ikut
duduk bersama mereka, disana mereka melakukan pemeriksaan barang bawaan, bahkan
perhiasan anting pun tak diperkenankan untuk dipakai dan diminta dititipkan di
tempat penitipan. ‘Tau gitu dari tadi
sudah kulepas’.
Beberapa menit kemudian, kami dipersilahkan masuk ke
gedung aula. Proses registrasi ulang cukup memakan waktu panjang, dari
pemeriksaan barang bawaan, pemeriksaan kartu peserta dan pemeriksaan fisik. ‘Ini memang bukan kegiatan rahasia kayak
film-film Hollywood, dimana ditakutkan peserta membawa alat komunikasi
tersembunyi atau bahka kamera pengintai mungkin, tapi begitulah SOP yang
berlaku.’
Aku masuk gedung aula setelah panitia memberi lembar
buram berisi PIN sekaligus untuk coret-coret. Tampak ratusan komputer telah
berjejer rapi disana, aku segera duduk di deretan kursi yang telah ditetapkan. Tak
berapa lama aula telah dipenuhi peserta, seorang panitia menyambut kami,
dilanjutkan dengan memberikan informasi seputar peraturan yang wajib kami
ikuti. Kami mengikuti aba-aba yang diberikan panitia, didalam aula tersebut tak
terlalu banyak panitia, mungkin karena mereka hanya bertugas membantu peserta
yang mengalami masalah dengan layar komputernya, ‘toh siapa yang akan contek-menyontek, ketika pesertanya saja tidak
kenal satu sama lain, kalau toh kenal, tidak mungkin duduk berselebahan karena
pendaftaran online dilakukan sendiri-sendiri’. Benar saja, baru saja aku
log in, layarku bekerja lambat, kulihat peserta lain dapat mengatasi masalah
komputernya dengan mudah tapi tidak denganku dan beberapa peserta lain. Aku mengangkat
tangan meminta bantuan, panitia menyarankanku untuk pindah kursi, tapi setelah
kucoba tutup browser dan membukanya, ternyata bisa! Panitia mengatakan tidak
perlu khawatir kehabisan waktu. Ya karena memang setiap peserta memiliki
waktunya masing-masing sesuai waktu mereka log in.
Meski aulanya cukup luas, tapi badanku tetap saja
kepanasan, apakah karena dari awal aku sudah mengalami hal-hal tak terduga atau
memang karena jumlah manusia yang ada didalam amat banyak, entahlah. Aku mulai
membaca soal ujian, setelah kusadari untuk pindah nomor satu ke nomor lainnya,
loadingnya lama nian. Aku melirik peserta lain yang tampak tidak ada masalah
dengan komputernya, atau aku yang parno saja, atau memang komputerku saja yang
lambat. Mulai muncul berbagai opini di kepala, sering sekali hal ini muncul,
dimana merugikan bagiku karena aku jadi mudah hilang konsentrasi.
Aku sudah pernah ujian semacam CAT sebelumnya, yaitu
saat UKOM (Uji Kompetensi Ners Indonesia, ujian ini wajib bagi beberapa jurusan
kesehatan), memang pesertanya tak sebanyak ini, tapi jaringannya lancar sekali.
Aku melirik peserta lain, dan menyadari di meja mereka masing-masing ada
pensilnya. Kepanikan selanjutnya adalah kepalaku kembali bertanya-tanya, kenapa
mereka semua memiliki pensil di mejanya? Apa tadi saat pembagian didepan aku
tidak menyadarinya? Apa peserta diijinkan membawa pensil? Aku mulai parno,
bahkan sempat kepikiran lari ke panitia untuk pinjam alat tulis? Well, aku
menenangkan diriku sendiri, mengerjakan soal-soal didepanku dengan tenang. Aku melewati
beberapa soal-soal hitungan.
Hitungan mundur detik per detik di layarku
menunjukkan waktuku akan segera habis. Aku melihat peserta lainnya sudah banyak
yang telah menyelesaikan soalnya, ketika salah seorang panitia menyampaikan
informasi berikutnya.
“Peserta yang telah selesai dapat melihat hasil
akhir di layar masing-masing, apakah skornya telah melewati passing grade, jika
melewati passing grade maka peserta dapat menunggu pengumuman berikutnya,
apakah dapat mengikuti seleski berikutnya atau tidak.”
“Bagi peserta yang telah selesai, mohon tidak
membawa serta pensil yang ada di meja.” Imbuhnya.
‘What!!!’
Well, it’s mean pensil itu memang sedari awal sudah ada di meja peserta, kenapa
tidak ada di mejaku? Bisa jadi terbawa oleh peserta pada hari sebelumnya. Ini kecerobohan
berikutnya yang kulakukan, mungkin karena dari awal sudah panik jadi aku tak
manyadari akan fakta ini. Aku menoleh ke belakang, dan meminta mengambilkan
pensil pada peserta dibelakangku karena peserta disebelahnya telah meninggalkan
tempat alias selesai. Aku ngebut mengerjakan soal hitungan. Sejujurnya kepalaku
sudah pusing dihadapkan dengan soal wawasan kebangsaan, terbukti barangkali aku
kurang cinta tanah air, ditambah soal intelegensi khususnya matematika, dimana
aku tidak se-menguasai layaknya dua saudaraku lainnya, kuakui mereka jago
hitung menghitung, tapi mereka malah tidak pernah merasakan bangku tes CPNS.
Sekitar pukul 10.00 WIB ujian usai, 100 soal dengan
waktu 90 menit! Imagine it! Sedangkan soal UKOM yang berisi 180 soal kami
selesaikan dalam waktu 180 menit tanpa istirahat, ya memang ini ujian yang
sangat jauh berbeda. Layar menunjukkan hitungan mundur, waktu pengerjaanku
habis, memang sudah semua soal ku baca, meski beberapa diantaranya sengaja
kosong karena tak ada jawaban apapun di kepalaku. Skor nilai menunjukkan bahwa
aku tak mencapai passing grade yang ditentukan, sedikit kecewa tapi juga tak
terlalu menyesal karena persiapanku sendiri tak maksimal. Aku kembali mencari
Ibu, menyampaikan hasil akhir padanya, tampaknya ia siap bagaimana pun
hasilnya, meski sempat kaget karena hasilnya keluar saat itu juga. Ibu berpikir,
yang penting aku telah mengetahui pengalaman CPNS, kami kembali ke mushola, aku
berganti baju dan menunggu adzan dhuhur tiba. Sembari menunggu waktu shalat,
kami makan terlebih dahulu makanan yang memang sengaja dibawa dari rumah,
seadanya, tapi saat kau lapar, kau bisa menyantap apapun, terlebih setelah spot
jantung dari pagi.
Setelah shalat, kami beres-beres, aku segera menghubungi
layanan Grab. Sembari menunggu Grab datang, kami menyempatkan diri mengambil
gambar beberapa kali. Kami tiba di Terminal Surabaya, aku baru tau terminalnya
sudah jauh berbeda dari terakhir kali aku kesana beberapa tahun yang lalu,
tampak bersih dan modern.
Sekitar pukul 15.00 WIB kami tiba dirumah tepat saat
adzan ashar berkumandang. Hari itu takkan terlupakan, mungkin bukan hal besar
bagi orang lain, tapi tidak bagiku. Aku bersyukur mendapat pengalaman baru, aku
yakin kejadian satu hari itu atas kuasaNya. Selalu ada hikmah dibalik
perjalanan andai kamu mau menyadarinya, pelajaran yang berkesan, melihat tempat
baru, orang-orang baru, dan pastinya pengalaman yang tak terlupakan. Meski perjalananku
tak begitu jauh, dibandingkan peserta lainnya yang datang jauh-jauh dari
seluruh penjuru Jawa Timur, tapi aku percaya setiap orang memiliki ceritanya
masing-masing.