Sabtu, 23 September 2017

Warna Warni CPNS


Kamis 14 September 2017, tepatnya pukul 2 dini hari, aku dan Ibuku telah bangun. Kami hendak bersiap menuju Surabaya menggunakan transportasi Travel. Beberapa minggu yang lalu, aku mendaftar CPNS Kemenkumham 2017 atas saran orangtuaku. Sebenarnya aku tidak terlalu berminat, tapi mereka mengatakan bahwa aku perlu mengikutinya agar tau rasanya ujian CPNS, soal- soalnya dan lainnya. Aku bersih keras untuk berangkat sendiri, tapi Bapak memintaku untuk berangkat berdua dengan Ibu agar aku ada teman.
Pukul 03.30 WIB travel baru tiba, kami segera naik dan berangkat menuju Surabaya. Penumpang travel terdiri dari aku, Ibuku, seorang anak laki-laki, seorang anak perempuan bersama Ibunya dan Pak supir. Siapa sangka kami semua memiliki tujuan yang sama, Poltekes Pelayaran Surabaya, yang berarti kami bertiga adalah sama-sama peserta CPNS.
Sekitar pukul 05.30 WIB kami sampai di tujuan, aku langsung menanyakan dimana mushola karena belum shalat shubuh (tidak untuk ditiru). Sekalian saja aku ganti baju dan siap-siap untuk mengikuti ujian, yups aku mendapat sesi pertama ujian hari itu. Lingkungan kampus sudah sangat ramai, dipenuhi orang-orang berbaju putih hitam termasuk aku. Aku selesai, menunggu Ibu yang lama sekali beres-beres barang yang dibawanya, belum lagi beliau belum cuci muka dan lainnya padahal antrian kamar mandi sudah sangat panjang, aku pun memutuskan untuk pergi duluan untuk mencari lokasi ujian.
Lokasi ujian diadakan di sebuah aula besar, tapi sebelumnya kami harus menunggu di tenda karantina lapangan kampus yang cukup luas. Tenda dibagi dua bagian, pertama untuk lulusan SMA dan D3, kedua untuk lulusan Sarjana. Aku mencari-cari antrian Sarjana, tampak wajah-wajah bingung yang hendak masuk ujian, sedikit pilu karena banyaknya peminat CPNS, terbukti Indonesia agaknya butuh lapangan kerja yang banyak. Bagaimana tidak, ujian wilayah Jawa Timur diadakan selama 5 hari di Surabaya, satu hari ada sekitar 3000 peserta, dibagi menjadi 5 sesi, jadi 1 sesi ada hampir 600 peserta, faktanya Kemenkumham menyediakan 1000 formasi saja untuk seluruh Indonesia. Pagi itu tampak padat, aku baru tau bahwa teman-teman sesi berikutnya sudah memenuhi kampus.
“Permisi Mbak, ini antrian Sarjana?” Tanyaku pada salah seorang perempuan yang sedang mengantri didepan gerbang masuk lapangan.
“Iya Mbak” jawabnya. Aku sedikit cemas karena mereka semua tidak ada yang membawa barang.
“Tasnya disimpan diamana?”
“Di gedung sebelah sana Mbak.” Aku agak kesal, takut tertinggal karena tadi menunggu Ibu yang cukup lama.
“Bawa apa aja?”
“Kartu peserta, foto sama KTP aja”
Aku segera mengambil KTP, foto dan lembaran yang sebelumnya telah kucetak. Kemudian mencari Ibu untuk menyimpan tas karena aku tidak sempat mencari gedung penitipan tas. Tak berapa lama, aku kembali ke antrian, menanyakan nomor pendaftaran di tempat sekretariat lalu gabung dalam antrian. Aku melirik lembaran yang dibawa teman-teman disekitarku. Seketika aku syok, lembaran yang mereka bawa sama sekali berbeda berbeda dengan yang kubawa. Aku mulai panik dan pergi ke pusat informasi, menanyakan apakah aku bisa ikut ujian dengan lembaran yang ternyata kartu pendaftaran, padahal yang kucetak harusnya kartu peserta. Aku mendapat berita yang mengecewakan, bahwa aku tidak bisa ikut ujian dengan lembaran tersebut. Aku mulai lemas, mengumpat pada diri sendiri kenapa melakukan kecerobohan semacam itu. Aku sibuk mencari Ibu, HP ada di tas yang kutitip pada Ibu, aku berjalan di sepanjang jalan yang dipenuhi keluarga peserta tapi tak juga menemukannya, sempat aku berpikir jika tak bisa ikut ujian berarti perjalanan ini sia-sia. Tak lama kemudian aku menemukan Ibu dan mengatakan bahwa lembaran yang kucetak salah, tentu saja Ibuku juga ikut panik -_-. Kemudian kami bertanya pada siswa kampus dimana tempat percetakan. Aku meminta tasku pada Ibu dan berkata padanya bahwa aku akan berangkat sendiri menuju tempat percetakan di belakang kampus.
Aku berjalan cepat, melewati kerumunan peserta yang sudah mengurai panjang untuk ujian. Aku bertanya pada salah seorang petugas kebersihan, baru menemukan tempat percetakan. Jantungku berdetak cepat, pasti wajahku tampak mengerikan di hadapan penjaga mesin percetakan. Bodo amat lah.
“Mas, bisa ngeprint?” Tanyaku.
“Bisa Mbak...” jawabnya. Antrian hanya sekitar dua orang, tapi aku sempat panik karena khawatir tertinggal. Bahkan aku sempat mencari tempat lain, tapi kembali ke tempat yang pertama.
“Ngeprint kartu peserta lewat online?”
“Bisa Mbak, tulis NIK dan password nya dulu.”
Antrian didepanku ternyata juga melakukan hal yang sama, sedari tadi aku tidak melihat jam. Ketika aku melihat jam berapa saat itu, ternyata waktu menujukkan pukul 07.15 WIB. Meski ujian akan dimulai pukul 08.00 WIB tapi kami harus segera masuk karena harus registrasi terlebih dahulu satu persatu.
Alhamdulillah masih ada waktu.’ Batinku. Aku yakin tidak akan terlambat, tapi tetap saja tubuhku sudah mandi keringat karena kepanikan yang dari tadi mengganggu kepalaku. ‘Bagaimana pun nanti, setidaknya aku masih bisa ikut ujian.’
Setelah mencetak kartu peserta, tampak dari gerbang lapangan antrian sudah habis, tapi tenda karantina masih dipenuhi orang. Aku ikut duduk bersama mereka, disana mereka melakukan pemeriksaan barang bawaan, bahkan perhiasan anting pun tak diperkenankan untuk dipakai dan diminta dititipkan di tempat penitipan. ‘Tau gitu dari tadi sudah kulepas’.
Beberapa menit kemudian, kami dipersilahkan masuk ke gedung aula. Proses registrasi ulang cukup memakan waktu panjang, dari pemeriksaan barang bawaan, pemeriksaan kartu peserta dan pemeriksaan fisik. ‘Ini memang bukan kegiatan rahasia kayak film-film Hollywood, dimana ditakutkan peserta membawa alat komunikasi tersembunyi atau bahka kamera pengintai mungkin, tapi begitulah SOP yang berlaku.
Aku masuk gedung aula setelah panitia memberi lembar buram berisi PIN sekaligus untuk coret-coret. Tampak ratusan komputer telah berjejer rapi disana, aku segera duduk di deretan kursi yang telah ditetapkan. Tak berapa lama aula telah dipenuhi peserta, seorang panitia menyambut kami, dilanjutkan dengan memberikan informasi seputar peraturan yang wajib kami ikuti. Kami mengikuti aba-aba yang diberikan panitia, didalam aula tersebut tak terlalu banyak panitia, mungkin karena mereka hanya bertugas membantu peserta yang mengalami masalah dengan layar komputernya, ‘toh siapa yang akan contek-menyontek, ketika pesertanya saja tidak kenal satu sama lain, kalau toh kenal, tidak mungkin duduk berselebahan karena pendaftaran online dilakukan sendiri-sendiri’. Benar saja, baru saja aku log in, layarku bekerja lambat, kulihat peserta lain dapat mengatasi masalah komputernya dengan mudah tapi tidak denganku dan beberapa peserta lain. Aku mengangkat tangan meminta bantuan, panitia menyarankanku untuk pindah kursi, tapi setelah kucoba tutup browser dan membukanya, ternyata bisa! Panitia mengatakan tidak perlu khawatir kehabisan waktu. Ya karena memang setiap peserta memiliki waktunya masing-masing sesuai waktu mereka log in.
Meski aulanya cukup luas, tapi badanku tetap saja kepanasan, apakah karena dari awal aku sudah mengalami hal-hal tak terduga atau memang karena jumlah manusia yang ada didalam amat banyak, entahlah. Aku mulai membaca soal ujian, setelah kusadari untuk pindah nomor satu ke nomor lainnya, loadingnya lama nian. Aku melirik peserta lain yang tampak tidak ada masalah dengan komputernya, atau aku yang parno saja, atau memang komputerku saja yang lambat. Mulai muncul berbagai opini di kepala, sering sekali hal ini muncul, dimana merugikan bagiku karena aku jadi mudah hilang konsentrasi.
Aku sudah pernah ujian semacam CAT sebelumnya, yaitu saat UKOM (Uji Kompetensi Ners Indonesia, ujian ini wajib bagi beberapa jurusan kesehatan), memang pesertanya tak sebanyak ini, tapi jaringannya lancar sekali. Aku melirik peserta lain, dan menyadari di meja mereka masing-masing ada pensilnya. Kepanikan selanjutnya adalah kepalaku kembali bertanya-tanya, kenapa mereka semua memiliki pensil di mejanya? Apa tadi saat pembagian didepan aku tidak menyadarinya? Apa peserta diijinkan membawa pensil? Aku mulai parno, bahkan sempat kepikiran lari ke panitia untuk pinjam alat tulis? Well, aku menenangkan diriku sendiri, mengerjakan soal-soal didepanku dengan tenang. Aku melewati beberapa soal-soal hitungan.
Hitungan mundur detik per detik di layarku menunjukkan waktuku akan segera habis. Aku melihat peserta lainnya sudah banyak yang telah menyelesaikan soalnya, ketika salah seorang panitia menyampaikan informasi berikutnya.
“Peserta yang telah selesai dapat melihat hasil akhir di layar masing-masing, apakah skornya telah melewati passing grade, jika melewati passing grade maka peserta dapat menunggu pengumuman berikutnya, apakah dapat mengikuti seleski berikutnya atau tidak.”
“Bagi peserta yang telah selesai, mohon tidak membawa serta pensil yang ada di meja.” Imbuhnya.
What!!!’ Well, it’s mean pensil itu memang sedari awal sudah ada di meja peserta, kenapa tidak ada di mejaku? Bisa jadi terbawa oleh peserta pada hari sebelumnya. Ini kecerobohan berikutnya yang kulakukan, mungkin karena dari awal sudah panik jadi aku tak manyadari akan fakta ini. Aku menoleh ke belakang, dan meminta mengambilkan pensil pada peserta dibelakangku karena peserta disebelahnya telah meninggalkan tempat alias selesai. Aku ngebut mengerjakan soal hitungan. Sejujurnya kepalaku sudah pusing dihadapkan dengan soal wawasan kebangsaan, terbukti barangkali aku kurang cinta tanah air, ditambah soal intelegensi khususnya matematika, dimana aku tidak se-menguasai layaknya dua saudaraku lainnya, kuakui mereka jago hitung menghitung, tapi mereka malah tidak pernah merasakan bangku tes CPNS.
Sekitar pukul 10.00 WIB ujian usai, 100 soal dengan waktu 90 menit! Imagine it! Sedangkan soal UKOM yang berisi 180 soal kami selesaikan dalam waktu 180 menit tanpa istirahat, ya memang ini ujian yang sangat jauh berbeda. Layar menunjukkan hitungan mundur, waktu pengerjaanku habis, memang sudah semua soal ku baca, meski beberapa diantaranya sengaja kosong karena tak ada jawaban apapun di kepalaku. Skor nilai menunjukkan bahwa aku tak mencapai passing grade yang ditentukan, sedikit kecewa tapi juga tak terlalu menyesal karena persiapanku sendiri tak maksimal. Aku kembali mencari Ibu, menyampaikan hasil akhir padanya, tampaknya ia siap bagaimana pun hasilnya, meski sempat kaget karena hasilnya keluar saat itu juga. Ibu berpikir, yang penting aku telah mengetahui pengalaman CPNS, kami kembali ke mushola, aku berganti baju dan menunggu adzan dhuhur tiba. Sembari menunggu waktu shalat, kami makan terlebih dahulu makanan yang memang sengaja dibawa dari rumah, seadanya, tapi saat kau lapar, kau bisa menyantap apapun, terlebih setelah spot jantung dari pagi.
Setelah shalat, kami beres-beres, aku segera menghubungi layanan Grab. Sembari menunggu Grab datang, kami menyempatkan diri mengambil gambar beberapa kali. Kami tiba di Terminal Surabaya, aku baru tau terminalnya sudah jauh berbeda dari terakhir kali aku kesana beberapa tahun yang lalu, tampak bersih dan modern.

Sekitar pukul 15.00 WIB kami tiba dirumah tepat saat adzan ashar berkumandang. Hari itu takkan terlupakan, mungkin bukan hal besar bagi orang lain, tapi tidak bagiku. Aku bersyukur mendapat pengalaman baru, aku yakin kejadian satu hari itu atas kuasaNya. Selalu ada hikmah dibalik perjalanan andai kamu mau menyadarinya, pelajaran yang berkesan, melihat tempat baru, orang-orang baru, dan pastinya pengalaman yang tak terlupakan. Meski perjalananku tak begitu jauh, dibandingkan peserta lainnya yang datang jauh-jauh dari seluruh penjuru Jawa Timur, tapi aku percaya setiap orang memiliki ceritanya masing-masing.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar