21 September 2017 aku bangun pagi dan men-charge
HP-ku tanpa membuka apakah ada pesan baru atau tidak. Semalam aku tidur tanpa
mengisi dayanya lagi. Beberapa jam kemudian aku baru membuka HP, ada beberapa
pesan masuk, salah satunya dari Edi, aku pun membukanya. Edi mengatakan bahwa
ia akan mengikuti walk interview lagi hari ini. Ya, walk interview yang kami
datangi di Kediri tempo hari, membuka rekrutmen kembali, sebenarnya dia berniat
tidak ikut, malah aku yang masih tertarik untuk ikut, tapi malamnya bahkan aku
tidak menyiapkan apapun. ‘Kenapa dia
mengirim pesan terlalu malam semalam?! pasti sekarang dia sudah ada disana’
batinku, agak kesal karena baru membuka pesan masuk, sembari melihat jam
dinding menunjukkan pukul 7.30 WIB.
Aku memutuskan untuk ikut kembali, kusiapkan berkas
secepat yang kubisa (bad habit) haha. Pukul 8.30 aku berangkat menuju Rumah
Sakit yang hanya berjarak sekitar 6 km dari rumah. Aku menyalakan mesin sepeda
motor, aku yakin pasti sudah ada ratusan anak yang datang meramaikan event
tersebut. Benar saja, sesampainya di lokasi aku melihat antrian panjang
memenuhi parkiran kendaraan, parkiran motor pun tampak penuh. Aku mencari sumber
pengambilan antrian, dari tempatku berdiri kudapati beberapa orang yang
kukenal, Edi dan beberapa teman satu kampus sudah berdiri disana.
“Edi!” sapaku.
“He, nomor berapa?” Pertanyaan yang sama saat
pertama melihatku di IIK.
“Aku baru datang, baru baca pesanmu. Dimana ambil
antriannya?” tanyaku, memasang wajah polos.
“Baru datang?!” *lebay -__- “besok aja sekalian!
Disana tuh, itu pun kalau yang jaga masih ada.” Jawabnya. Beberapa teman lain
juga menertawakanku karena keterlambatanku. Bodoamat.
365! Masih pukul 08.45 WIB dan itulah angka
antrianku. Sudah kuduga disini peminatnya akan membludak, ditambah event ini
hanya dilakukan satu hari saja.
“Dapat nomor berapa?” Tanya Edi.
“Nggak usah nanya.”
Aku sempat mengajak seorang teman, tapi tampaknya ia
tak bisa ikut serta. Akhirnya lagi-lagi aku berkumpul dengan Edi dan
teman-teman lainnya, mereka semua laki-laki dan sibuk mengobrol, aku hanya
mendengar dari dekat. Tak kemudian mereka masuk satu persatu, nomor antrian
mereka sekitar angka 100 an, pemanggilannya bisa per 10 sampai 20 orang. Pukul
10.30 WIB, aku yakin teman-temanku telah selesai dan pulang ke kos.
Hari itu cuaca terik, cukup membuat kami terasa
meleleh dibawah sinar matahari karena tenda yang kurang lebar. Sekitar pukul
12.00 WIB aku memutuskan singgah ke tempat kos mereka (teman-teman cowok yang
datang bersama Edi) lumayan aku bisa tanya kisi-kisi tes tulis pada mereka hehe
(padahal ga ngaruh-ngaruh amat). Sebelumnya aku minta nomor HP perempuan
disebelahku yang nomor antriannya 340, jadi jika nomornya sudah dekat, aku bisa
langsung kembali (ajarannya Edi di IIK kemarin ^^).
Sesampainya di kos, aku menanyakan proses tes yang
tadi mereka ikuti, kemudian melebar ke lowongan-lowongan kerja yang menarik.
Pukul 13.00 aku mendapat pesan yang berisi bahwa nomorku sudah dekat, akhirnya
aku segera kembali. FYI, lokasi Rumah Sakit ini tak jauh dari kampus, jalan
kaki saja sudah sampai, makanya kos teman-teman bisa kutempuh beberapa menit
saja.
Sesampainya di lokasi, tak lama menunggu nomorku pun
terpanggil. Tak jauh berbeda dari alur tes di IIK kemarin, tes tulis dan
interview beberapa menit saja selesai dan aku segera kembali pulang.
Aku tau usahaku tak begitu maksimal, apalagi dengan
persiapan yang mepet. Tapi aku percaya bahwa jika aku tak melakukannya, maka
aku hanya akan menyesal. Bagaimanapun hasilnya nanti, aku percaya bahwa Allah
adalah sutradara terbaik. Aku sadar perjuanganku tak seberat teman-teman lain
yang datang dari luar kota, yang mungkin sudah memiliki pengalaman kerja, dan
sangat menginginkan pekerjaan. Melihat wajah-wajah itu, kami sangat sadar bahwa
hidup ini tidak akan pernah menjadi lebih mudah, tetapi kita sebagai manusia
yang seharusnya terus-menerus berusaha lebih baik. Lulus dari perkuliahan
bukanlah akhir, melainkan awal dari kehidupan sebenarnya, bahkan setelah
melewati banyak tahap, kita tak bisa berhenti di satu tempat, atau bisa disebut
zona nyaman. Karena zaman akan semakin maju, jika kita diam di tempat dan tak
mau tau dengan perkembangan jaman, maka kita sendiri yang akan tergerus,
tertinggal dari yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar